Dalam tren sekarang, orang sudah mulai jenuh dengan hal-hal yang hanya indah dari luar. Banyak dari kita mulai mencari sesuatu yang punya makna lebih dalam bukan sekadar estetik untuk difoto atau dijadikan pajangan. Hal ini juga berlaku ketika memilih oleh-oleh atau souvenir. Nama Arafah kini sering muncul sebagai simbol dari hadiah yang bukan hanya unik, tapi juga menyentuh hati dan penuh arti.
Souvenir itu sekarang sedang “naik kelas.” Dulu mungkin fungsinya cuma buat kenang-kenangan dari acara tertentu, atau jadi tanda terima kasih aja. Tapi sekarang, souvenir mulai berubah jadi alat penyampai pesan kadang tanpa kata, tapi bisa menggetarkan.
Apalagi kalau souvenir itu dikaitkan dengan momen ibadah yang sakral, seperti Hari Arafah.
Hari Arafah sendiri bukan hari yang penuh kemeriahan seperti Idul Fitri. Ia datang diam-diam, gak ada takbir, gak ada perayaan besar. Tapi justru di sanalah letak kekuatannya ia hadir untuk yang benar-benar ingin mencari ketenangan, ingin merendahkan diri di hadapan Tuhan.
Dan karena datangnya sunyi, sering kali juga dilupakan dengan cepat.
Nah, di sinilah peran souvenir mulai terasa beda. Bayangin, kalau kita bisa “menyimpan” rasa di Hari Arafah dalam bentuk benda kecil yang bisa kita pakai setiap hari. Rasanya kayak kita mengabadikan semangat Arafah dalam kehidupan nyata, bukan cuma dalam kenangan.
Misalnya, kamu punya totebag dari acara pengajian, dan di sana tertulis:
“Saat semua sibuk, Arafah mengajarkanku untuk diam dan mengingat kembali tujuan hidup.”
Atau kamu lagi di luar, kehujanan, lalu buka payung bergambar Ka’bah dengan kata-kata:
“Arafah, hari ketika langit paling dekat dengan doa.”
Gak terasa, benda-benda ini bikin kita berhenti sejenak. Mungkin sambil nunggu hujan reda, sambil minum dari tumbler yang juga punya kutipan inspiratif, kamu jadi merenung: “Kapan terakhir aku merasa begitu dekat dengan Allah seperti saat puasa Arafah?”
Souvenir semacam ini gak lagi sekadar oleh-oleh. Ia berubah jadi ‘pengingat lembut’. Ia gak maksa kamu untuk berubah, tapi pelan-pelan, ia menyentuh sisi spiritual yang mungkin sudah lama tidur dalam diri.
Souvenir yang Punya Ruh
Sekarang ini, orang sudah pintar membedakan mana barang yang cuma jadi hiasan, dan mana yang bisa jadi bagian dari perjalanan hidup. Souvenir yang sekadar lucu atau unik, mungkin akan cepat dilupakan. Tapi yang punya makna? Bisa jadi teman hidup.
Apalagi buat kamu yang suka terlibat dalam kegiatan islami—seperti panitia kurban, pengajian, komunitas hijrah, atau majelis ilmu—souvenir yang dikaitkan dengan ibadah seperti puasa Arafah bisa jadi media dakwah yang halus, tapi dalam.
Gak semua orang bisa sering datang ke majelis, gak semua bisa konsisten ikut kajian. Tapi hampir semua orang bisa bawa tas, minum dari tumbler, atau pakai pulpen. Kalau benda-benda itu menyisipkan pesan spiritual, secara gak langsung kita sedang mengingatkan mereka tentang Allah, tentang niat baik, tentang makna hidup.
Bukan Sekadar Cantik, Tapi Membekas
Souvenir yang hanya bagus secara tampilan akan bersaing dengan banyak produk lain di pasaran. Tapi souvenir yang punya cerita yang menggugah itu akan menang di hati.
Desain tetap penting, ya. Tapi desain yang digabung dengan makna spiritual akan membuat produk lebih dari sekadar cantik. Ia jadi berkesan.
Bayangin sebuah notebook dengan judul “Catatan Arafahku”. Isinya kosong, tapi ada panduan kecil di halaman awal untuk mengisi dengan doa-doa pribadi, target hidup setelah Arafah, atau catatan kecil saat merenung. Itu bukan cuma buku. Itu bisa jadi titik balik seseorang.
Atau pulpen yang bertuliskan:
“Semua niat baik dimulai dari satu tulisan.”
Kesannya sederhana, tapi dampaknya bisa besar. Pulpen itu bisa dipakai sambil nulis resolusi, sambil menulis doa, atau bahkan sambil menandatangani perjanjian yang membawa perubahan hidup.
Makna yang Bisa Disentuh dan Dibawa Pulang
Souvenir bisa menjadi cara paling sederhana untuk menyampaikan pesan yang dalam. Ia gak perlu kata-kata panjang, gak perlu khutbah. Tapi kehadirannya bisa bikin orang berhenti sejenak, tersenyum, lalu ingat kembali bahwa ia pernah punya niat baik.
Dan soal puasa Arafah, kita semua tahu itu adalah ibadah besar yang sering datang tanpa sorotan. Tapi justru karena itu, kita butuh sesuatu yang bisa mengikat maknanya dalam keseharian agar semangat Arafah tetap ada, walau hari itu sudah lewat.
Souvenir bertema ibadah, jika dirancang dengan hati dan niat yang baik, bisa menjadi salah satu bentuk amal jariyah kecil yang terus mengalir. Mungkin tidak spektakuler, tapi siapa tahu dari sana, seseorang kembali ingat untuk memperbaiki diri.
Kalau kamu juga percaya bahwa souvenir bukan sekadar barang, tapi bisa menyampaikan rasa, yuk lanjut baca artikel selanjutnya. Kita akan bahas lebih dalam tentang pilihan souvenir kekinian yang penuh makna.